Banyak organisasi termasuk industri handphone seringkali mengesampingkan akibat radiasi handphone kepada otak. Hasil-hasil studi jangka pendek yang dimanfaatkan untuk meyakinkan para konsumen bahwa dengan menggunakan handphone tidak ada hubungannya dengan kanker atau tumor otak, yang hanya berkembang beerapa dekade setelah terekspose.
Wajar saja, tidak ada seorangpun mengetahui secara pasti sejauh mana sebuah handphone dapat membahayakan seseorang. Media baru Howe Recently melaporkan sebuah studi yang memperlihatkan radiasi handphone yang penuh dengan energi dapat digunakan untuk memasak telur.
Dalam sebuah percobaan, peneliti menyimpan sebuah telor di dalam sebuah cangkir porselen (karena mudah untuk menyerap panas), dan meletakkan dua buah handphone yang saling berhadapan dengan telor di dalam cangkir porselen tersebut. Peneliti kemudian memanggil salah satu handphone kemudian menyimpannya berhadapan dalam keadaan salurannya tersambungkan untuk jangka waktu beberapa lama.
Selama 15 menit pertama, tidak terjadi perubahan apa-apa. Namun, setelah 25 menit kemudian kulit telor mulai memanas dan setelah 40 menit kemudian permukaan kulit telor menjadi keras dan merekah. Para peneliti menemukan protein yang berupa putih telur menjadi keras meskipun kuning telurnya masih dalam bentuk cairan. Setelah 65 menit telur matang dengan sempurna.
Penelitian memperlihatkan bagaimana menakutkannya radiasi handphone. Kita harus berusaha untuk menghindari penggunaan handphone. Meskipun tidak seorangpun telah membuktikan radiasi dari handphone dapat menyebabkan sesuatu yang secara klinis signifikan. Lagipula, tidak seorangpun yang dapat menyanggah resiko tersebut.
Anak-anak harus dilarang menggunakan handphone karena otak mereka masih berkembang dan terutama rawan terhadap radiasi.
Vladimir Lagovski dan Andrei Moiseynko dari Koran Komsomolskaya Pravda di Moskow memutuskan untuk mempelajari langsung bagaimana bahayanya handphone. Tidak ada sihir dalam memasak telur dengan handphone. Rahasianya terletak dalam gelombang radio yang radiasinya dipancarkan oleh handphone.
Kedua orang wartawan tersebut membuat alat berupa microwave sederhana seperti terlihat pada gambar di atas. Mereka menelpon dari satu handphone ke handphone yang lainnya dan membiarkan keduanya tetap saling terhubungkan. Mereka memasang sebuah pita rekaman di sebelah handphone untuk menirukan suara agar telepon tetap aktif.